
PADANG, KOMPAS.com - Gelombang unjuk rasa terkait penyaluran uang lauk pauk untuk korban gempa di Kota Padang mulai terjadi. Mereka menyayangkan kebijakan pemerintah yang hanya memberikan uang lauk pauk kepada keluarga yang rumahnya rusak berat. Padahal, tak sedikit warga yang rumahnya rusak sedang menderita akibat gempa karena tak lagi dapat memulai aktivitas ekonominya.
Selain itu, para pengunjuk rasa menyayangkan pendataan yang kurang valid. Ada warga yang rumahnya tak rusak berat mendapatkan bantuan uang lauk pauk. Di sisi lain, ada warga yang rumahnya rusak tapi tak menerima bantuan uang tunai yang besarnya Rp 250.000 per keluarga itu.
"Pembagian uang lauk pauk ini menurut kami tak adil. Kami juga rakyat yang menderita akibat gempa. Warung saya rusak sehingga tak bisa lagi berjualan. Rumah saya juga rusak tapi tetap saja tak mendapatkan uang lauk pauk," ujar Suerta Dewi (33), warga Kelurahan Purus, Kecamatan Padang Barat, Kota Padang, Rabu (28/10).
Dewi bersama ratusan warga Purus, yang sebagian besar adalah ibu-ibu, Rabu kemarin berunjuk rasa di Kantor Kecamatan Padang Barat. Mereka menuntut agar pemerintah juga memberikan mereka uang lauk pauk.
Anwar (33), warga Purus lainnya menuturkan, tak sekalipun rumahnya didatangi petugas pendataan. Akibatnya, meski rumahnya rusak berat, tetapi tak juga mendapatkan bantuan lauk pauk.
Kepala Desa Purus, Rifwandi, mengatakan, bersama pengurus RT dan RW, dia sudah melakukan pendataan dua kali. Hanya rumah kategori rusak berat yang didata sebagai penerima. "Di sini sulitnya memberikan pemahaman kepada warga. Mereka maunya mendapatkan bantuan semua, padahal sesuai prosedur yang ada penerimanya adalah korban yang rumahnya rusak berat," kata Rifwandi.
Belasan warga Kelurahan Cengkeh, Kelurahan Lubuk Begalung, Kota Padang, yang tak menerima bantuan lauk pauk memilih mendatangi kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kota Padang. Mereka juga mengeluhkan persoalan yang sama, yakni tak mendapatkan bantuan lauk pauk.
Direktur LBH Kota Padang, Alvon Kurnia Palma, mengungkapkan, sebagian besar warga yang berunjuk rasa ke LBH adalah korban gempa yang rumahnya rusak berat. Namun, karena terjadi kesalahan dalam pendataan, nama-nama mereka tak tercantum dalam daftar penerima bantuan uang lauk pauk.
"Mereka khawatir data penerima uang lauk pauk ini juga akan menjadi acuan bagi penyaluran bantuan dana rekonstruksi dan rehabilitasi. Kalau itu terjadi, korban yang sekarang tak menerima dana lauk pauk itu khawatir tak akan mendapatkan dana bantuan rekonstruksi rumah mereka. Padahal, rata-rata rumah mereka telah rusak dua kali, yaitu akibat gempa 2007 dan 2009," ungkap dia.
Hingga saat ini sudah 50 keluarga di Kota Padang yang melapor ke LBH belum menerima uang lauk pauk. Padahal, sebagian di antaranya rumah yang mereka tempati rusak berat diterjang gempa 30 September lalu.
"Persoalannya sebenarnya lebih pada hilangnya sumber ekonomi mereka akibat gempa sehingga kini mereka tak berdaya. Seharusnya, mereka juga mendapatkan bantuan," katanya.
Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (PNBP), Priyadi Kardono, mengatakan, sejak awal pemerintah telah menetapkan bahwa penerima uang lauk pauk hanya yang rumahnya rusak berat. Mereka yang rumahnya rusak sedang dan ringan bukan kategori penerima.
Masalahnya, penyaluran uang lauk pauk masih memakai data per tanggal 4 Oktober, yaitu sekitar 88.000 keluarga. Artinya, ada kemungkinan warga yang rumahnya rusak berat belum masuk dalam data penyaluran uang lauk pauk.
Data terakhir yang dihimpun Satuan Koordinasi Pelaksana Penanggulangan Bencana (Satkorlak) Sumbar menyebutkan, jumlah rumah rusak berat sebanyak 119.005 unit. Data tersebut lebih sedikit dibanding data per 21 Oktober lalu yang sebanyak 135.233 unit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar